Suara mesin jahit dan kesibukan para karyawan menjadi pemandangan sehari-hari di rumah Bambang yang terletak di kawasan Perumahan Telaga Sakinah, Cibitung, Bekasi. "Rumah saya adalah tempat usaha saya,” katanya seraya bercanda.
Tak pelak, rumahnya penuh dengan kain-kain bahan pembuat seprei dan bed cover,
termasuk barang yang sudah jadi dan siap dikirim ke pelanggan dan dipasarkan. Meski waktu masih begitu pagi, kesibukan karyawan Bambang yang berjumlah 20 orang begitu kentara. Di halaman depan rumahnya, terlihat karyawan perempuan tengah membuat pola bed cover. Masuk ke dalam, kesibukan semakin terlihat. Di ruang dapur yang disulap menjadi tempat pemotongan kain untuk seprei dan bed cover, beberapa karyawan lakilaki sibuk memainkan guntingnya memotong bagian kain menjadi bentuk yang siap diubah menjadi seprei atau bed cover.
”Karyawan saya sebagian besar adalah warga sekitar perumahan. Saya berusaha memberdayakan mereka,terutama ibu-ibu agar bisa menambah penghasilan keluarga,” terang Bambang. Menurut Bambang, sejak dia terjun langsung menekuni usaha seprei dan bed cover, jumlah karyawannya terus meningkat. Dari awalnya hanya bisa dihitung dengan jari, kini mencapai 20 karyawan. Salah satu kunci sukses usaha yang dikembangkan Bambang adalah memperlakukan karyawan seperti keluarga sendiri. ”Segala kebutuhan mereka dari tidur dan makan kami tanggung. Sistem pembayarannya pun borongan. Siapa yang mengerjakan banyak dia akan dapat banyak. Itu untuk memotivasi mereka,”tuturnya. Bambang ingin, ke depannya semakin banyak karyawan yang mampu dia rekrut dari lingkungan sekitar.
Semakin banyak orang yang bekerja dengannya, Bambang mengaku semakin senang. ”Meski usaha saya belum seberapa, tapi kalau mampu menyediakan lapangan kerja bagi orang lain,rasanya kok senang,”ujarnya. Tapi, jangan dikira jalan ayah dua anak ini hingga menjadi seperti sekarang semulus yang dibayangkan. Asam garam kehidupan pernah dirasakan Bambang. Mantan pekerja di bidang tekstil ini bahkan sempat mengalami kebangkrutan. Awalnya, suami dari Sutiah ini hanyalah karyawan biasa di industri pertekstilan. Belasan tahun dia mengabdi di perusahaan milik investor asal China, hingga suatu saat perusahaannya memilih hengkang dari Indonesia. ”Waktu itu saya ditawari untuk ikut ke China, tapi saya pikirpikir risikonya terlalu tinggi, sementara usia saya sudah 40 tahunan,” tutunya.
Singkat cerita, jalan PHK-lah yang ditempuh Bambang Mengalami PHK di usia yang tidak muda tentu menjadi pilihan sulit. Namun, justru pada saat terdesak itu mengantarkan Bambang semakin kreatif dan tertantang. Tak ingin berlama-lama berpangku tangan, dia pun memilih mencoba mendirikan usaha keramik. Bambang mengaku, selama menjalani usaha keramik, kerap mondar-mandir ke luar kota, seperti Yogyakarta dan Semarang, untuk mencari pasar dan bahan baku keramik. Usahanya memang sempat menyembulkan harapan. Beberapa order dan pesanan mulai datang. Bambang yang awalnya tak yakin dengan pilihannya, mengingat latar belakangnya di bidang pertekstilan, semakin mantap dengan usaha keramik yang dijalankannya.
Malah, nasihat sang istri agar Bambang menggeluti usaha yang sesuai bidangnya saja yakni pertekstilan sempat tak digubris. "Waktu itu saya sedang yakin usaha keramik saya bakal mulus,” katanya. Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Usaha keramik Bambang ternyata tak bertahan lama. Usahanya mengalami kehancuran. Bambang bangkrut. Modal yang sudah dikeluarkan pun raib. ”Saat itu saya benarbenar jatuh,” lirihnya. Beruntung Bambang memiliki istri setegar dan sehebat Sutiah. Di saat suaminya dirundung masalah, Sutiah tetap mendampingi dengan sabar. Malah, Sutiah kembali menghembuskan ide untuk menerjuni usaha di bidang tekstil. Kebetulan, selama Bambang menjalankan bisnis keramik, Sutiah secara diam-diam mulai mengembangkan usaha pembuatan seprei dan bed cover. Jalan telah dibuka. Kali ini Bambang pun tak kuasa menolak ajakan sang istri.
”Pada 2005, setelah saya mengalami kebangkrutan, saya mulai secara total menerjuni bisnis ini,” paparnya. Kini, setelah lima tahun berjalan, usaha Bambang tengah menemukan momentumnya. CV Surya Jamarindo dengan produk dagangnya ”Nice Sleep” semakin berkibar. Surya Jamarindo sendiri diambil dari nama belakang Bambang dan nama ayahnya. ”Supaya tetap mengingat jasa orangtua,” kata Bambang tentang nama perusahaannya itu. Produk seprei dan bed cover ”Nice Sleep” sekarang sudah merambah ke mana-mana. Dengan harga jual Rp 85.000 untuk seprei dan Rp 260.000 untuk bed cover berukuran 180 X 200 cm, produknya diterima dengan baik di masyarakat. ”Selain jual eceran, kami juga jual dalam partai besar,” terangnya.
Tak hanya memproduksi merek dagang sendiri, CV Surya Jamarindo juga menerima pesanan dari pihak luar, seperti seprei untuk hotel atau untuk pelanggan lain dengan merek dagang sendiri. Bambang menjamin, produk buatannya memiliki kualitas tinggi karena menggunakan bahan terbaik. ”Rata-rata adalah bahan katun,” ujarnya. Diferensiasi produk juga terus dilakukan Bambang. Tak hanya fokus dengan pembuatan seprei dan bed cover, Bambang juga melirik produk lain yang digemari di pasaran. CV Surya Jamarindo mengeluarkan produk-produk dengan istilah menggelitik seperti ”balmut” (bantal selimut), ”gulmut” (guling selimut), serta bantal cinta. Dalam pengembangan produk ini kata Bambang, peran sang istri begitu dominan.
Menurut Bambang, istrinyalah yang memiliki kepekaan terhadap pasar dan memiliki keterampilan membuat desain. "Urusan desain dan pasar,istri saya yang paling berperan,”katanya. Produk-produk seperti ”balmut”, ”gulmut”, dan bantal cinta ternyata diterima pasar dengan baik, terutama anak muda. Biasanya anak-anak muda memanfaatkan produk itu sebagai teman dalam perjalanan atau sebagai pemanis di tempat tidur mereka. Kendati demikian, tantangan ke depan bukannya tidak ada,malah semakin berat. Terutama seiring masuknya produk serupa dari China. Dengan harga lebih murah, produk serupa dari China biasanya banyak diburu konsumen dalam negeri. Untuk menghadapi tantangan tersebut, Bambang yang mengaku omzetnya kini mencapai Rp 200 juta per bulan berusaha menaikkan produksinya agar bisa bersaing dengan produk China dan produk sejenis dari Tanah Air.
Produksi seprei Bambang kini mencapai antara 6.000–8.000 set per bulan. Sedangkan untuk bed cover mencapai 2.000–3.000 set per bulan. Kapasitas produksi itu ingin dia naikkan menjadi 30.000 set per bulan, terutama untuk produk seprei. Bambang yakin keinginannya menaikkan kapasitas produksi dapat terpenuhi mengingat dia sudah mendapat penawaran kerja sama dari dua perusahaan besar di kawasan Jakarta. ”Semakin besar usaha ini, semakin banyak pula lapangan kerja yang dapat kami sediakan," begitulah harapnya. (Sindo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar